Banyak seklai kita lihat umat muslim melaksanakan ziarah kubur, baik bagi orang yang baru menginggal ataupun disaat-saat tertentu.
Sahabat Jejak Sunnah pasti pernah mengikuti ataupun melakukan ziarah kubur.
Biasanya kita banyak melihat umat muslim melaksanakan ziarah kubur adalah pada saat bulan Ramadhan ataupun Idul Fitri.
Apakah ziarah kubur itu suatu keharusan? Lalu apakah boleh kita tidak mengikutinya dan bagaimana hukumnya?
Hukum Berziarah Kubur
Ziarah kubur merupakan kegiatan atau praktik yang dianjurkan dalam agama Islam dimana sebagai sarana mengingat kematian dan akhirat.
Namun, seiring berjalannya waktu muncul banyak pertanyaan mengenai ziarah kubur yang diperbolehkan dan bagaimana praktiknya.
Nabi Muhammad SAW pernah melarang umatnya untuk melaksanakan ziarah kubur di awal masa Isalm.
Larangan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kesyirikan ataupun pemujaan terhadap orang yang telah meninggal.
Namun, dengan seiringnya berjalan waktu maka ziarah kubur diperbolehkan dikarenakan semakin kuatnya aqidah umat Islam itu sendiri.
Ini menjadi landasan dari diperbolehkan dan dianjurkannya ziarah kubur dan pencabutan larangan ziarah kubur.
Dalil yang menunjukkan bahwa diperbolehkan dan dianjurkannya ziarah kubur merpuakan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
عَنْ بُرَيْدَةَ رَضِيَ اللهعَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهعَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا
Artinya: “Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Dahulu aku melarang kalian untuk berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah kalian ke kuburan.'” (HR. Muslim )
Berdasarkan hadits di atas bahwasanya para ulama telah menyepakati hukum ziarah kubur adalah sunnah atau dianjurkan bagi laki-laki.
Adapun untuk perempuan berbeda, tardapat perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Manfaat dari ziarah kubur
Tidak hanya untuk mengingat kematian saja, ziarah kubur juga memiliki beberapa manfaat lainnya yaitu:
- Mendoakan ahli kubur
- Mengingat kematian
- Mengambil pelajaran (i’tibar)
- Melembutkan hati
Frekuensi Berziarah
Frekuensi berziarah atau seberapa sering kita melakukan ziarah kubur. Sebenarnya tidak ada dalil yang spesifik untuk menjelaskan harus seberapa sering dan seberapa banyak kita dalam melakukan ziarah kubur.
Namun ada beberapa ulama yang mejelaskan pandangan dalam hal ini:
- Imam Syafi’i dan pengikutnya menjelaskan bahwa ziarah kubur boleh dilakukan kapan saja, ataupun setiap hari. Beliau dan pengikutnya berargumen bahwa tidak ada dalil yang melarang ataupun membatasi seberapa banyak kita melakukan ziarah kubur.
- Imam Ahmad bin Hambal memberikan pendapatnya bahwa sebaiknya berziarah kubur dilakukan seminggu sekali. Argumen ini beliau utarakan atas dasar landasan dari praktik Nabi Muhammad SAW yang biasa berziarah ke makam ibunya setiap Jum’at.
- Berbeda dengan sebagian ulama lainnya. Mereka berpendapat bahwa ziarah kubur sebaiknya dilakukan setahun sekali, atau pada hari-hari tertentu saja seperti hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Adab Dalam Melaksanakan Ziarah Kubur
Tidak hanya ibadah yang lain saja yang memiliki adab dalam pelaksanaanya. Berziarah juga memiliki beberapa ada diantaranya:
- Mengucapakan salam kepada ahli kubur (biasanya ketika datang)
- Membaca doa dan surat Al-Quran untuk ahli kubur
- Tidak menduduki ataupun menginjak kuburan
- Tidak melakukan hal syirik, seperti meminta pertolongan kepada orang yang telah meninggal
- Tidak membicarakan hal-hal duniawi yang tidak bermanfaat
- Menjaga kebersihan area kuburan (pemakaman)
Pendapat Ulama Kontemporer Mengenai Ziarah Kubur
Beberapa ulama Ahlussunnah di era kontemporer juga mengemukakan pandangan mengenai seberapa sering seseorang dapat melakukan ziarah kubur:
- Syekh Yusuf Al-Qaradhawi menyatakan bahwa ziarah kubur diperbolehkan kapan saja, termasuk setiap hari, asalkan tidak mengganggu kewajiban utama serta tidak menjadi beban bagi peziarah itu sendiri.
- Wahbah Az-Zuhaili berpendapat bahwa frekuensi ziarah kubur dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan masing-masing individu, selama tidak bertentangan dengan syariat Islam dan tidak mendatangkan dampak negatif.
Peringatan terhadap Praktik Menyimpang dalam Ziarah Kubur
Meskipun ziarah kubur merupakan amalan yang dianjurkan, ada beberapa perilaku yang perlu dihindari karena dapat menyimpang dari ajaran Islam dan berpotensi mengarah pada kesyirikan atau bid’ah. Beberapa di antaranya adalah:
- Memohon pertolongan atau berdoa kepada orang yang telah meninggal, karena doa hanya boleh ditujukan kepada Allah.
- Meyakini bahwa makam tertentu memiliki kekuatan gaib yang dapat memberikan manfaat atau mendatangkan bahaya, karena hal ini termasuk dalam keyakinan yang tidak sesuai dengan tauhid.
- Melakukan ritual-ritual yang tidak memiliki dasar dalam syariat, seperti menabur bunga dengan keyakinan tertentu atau melakukan persembahan.
- Menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah atau membangun masjid di atasnya, karena hal ini bertentangan dengan ajaran Islam.
Rasulullah SAW telah memperingatkan kita sebagai umatnya didalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا يُعْبَدُ، لَعَنَ اللَّهُ قَوْمًا اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ”
Artinya: “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburku sebagai berhala yang disembah. Allah melaknat suatu kaum yang menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai masjid.'” (HR. Abu Dawud )
Kesimpulan
Ziarah kubur merupakan amalan yang disyariatkan dalam Islam dengan tidak ada batasan yang ketat mengenai frekuensinya, termasuk kunjungan harian.
Nilai utamanya terletak pada keikhlasan niat, penerapan adab yang sesuai tuntunan syariat, dan menghindari sikap berlebihan.
Dalam menentukan seberapa sering melakukan ziarah kubur, seorang Muslim sebaiknya mempertimbangkan beberapa aspek penting.
- Penilaian terhadap situasi pribadi, meliputi ketersediaan waktu, energi, dan kemampuan finansial.
- Memastikan bahwa praktik ziarah tidak menggeser kewajiban-kewajiban agama yang lebih fundamental.
- Menjaga keharmonisan antara persiapan untuk kehidupan akhirat dan pemenuhan tanggung jawab duniawi.
- Memastikan bahwa ziarah benar-benar memperkaya dimensi spiritual dan bukan sekadar kebiasaan kosong tanpa penghayatan.
Setiap Muslim memiliki kebebasan untuk menetapkan frekuensi ziarah yang selaras dengan kebutuhan spiritualnya, dengan tetap memerhatikan tata krama ziarah dan menghindari sikap ekstrem.
Esensi terpenting dari praktik ini adalah kemampuan untuk memetik hikmah dan pelajaran, serta menjadikannya sebagai sarana peningkatan ketakwaan kepada Allah SWT.