Lebaran! Tradisi dan Amalan yang Baik di Idul Fitri

Lebaran! Tradisi dan Amalan yang Baik di Idul Fitri

Sudah berapa lama kamu menjumpai Idul Fitri? Alhamdulillah kita masih diberikan panjang umur untuk bertemu kembali dengan hari raya Idul Fitri di tahun 2025 ini.

Hari raya Idul Fitri merupakan suatu momen bagi seluruh umat muslim bersuka cita dalam menyambut hari kemenangan ini termasuk kamu sebagai pembaca Jejak Sunnah.

Hari raya Idul Fitri pertama kali dirayakan oleh Rasulullah ﷺ dan umat muslim pada tahun kedua Hijriyah (624 M) bertepatan setelah usai Perang Badar.

Dilihat dari beberapa riwayat disbutkan bahwa ada beberapa hal yang dianjurkan dan dilakukan oleh Rasulullah ﷺ dalam menyambut dan merayakan hari raya Idul Fitri.

Perbanyaklah Bacaan Takbir

Menurut riwayat dikatakan bahwasanya Rasulullah ﷺ pada malam terakhir bulan Ramadhan hingga waktu pagi hari 1 Syawal.

Hal ini sejalan dan sesuai dengan yang difirmakan Allah SWT di dalam Al-Qur’an potongan dari Surat Al-Baqarah ayat 185:

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ

Artinya, “Dan sempurnakanlah bilangan Ramadhan, dan bertakbirlah kalian kepada Allah”. (QS. Al-Baqarah: 185).

Ada dua jenis takbir Idul Fitri yang diklasifikasikan berdasarkan waktunya yaitu:

  • Muqayyad (dibatasi), pernah mendengar takbir setelah shalat? Nah ini yang disebut muqayyad dimana takbir dikumandangkan setelah shalat, baik shalat fardhu atau shalat sunnah. Jadi setiap selesai shalat maka dianjurkan untuk membaca takbir.
  • Mursal (dibebaskan), berbeda dengan muqayyad. Mursal yaitu takbir yang bebas dikumandangkan. Tidak terbatas setelah shalat saja, tetapi bisa dikumandangkan disetiap kondisi.

 

Takbiran atau takbir Idul Fitri bebas dikumandangkan dimana saja, baik itu di rumah, majelis, masjid atau tempat lainnya.

Takbir Idul Fitri disunnahkan dimulai sejak tenggelamnya matahari pada saat malam 1 Syawal sampai dengan takbirutul ihram Imam shalat Ied berjamaah, atau takbiratul ihram mushalli (orang yang shalat sendirian).

Berikut merupakan contoh bacaan takbir yang utama:

اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ

اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ

 

Memperhias Diri dan Memakai Pakaian Terbaik

Ini sangat dan sangat pasti kamu temui di hari raya Idul Fitri. Ya, baju baru. Gimana sahabat Jejak Sunnah, apakah sudah beli baju baru?

Banyak orang berbondong-bondong untuk memperhias diri dengan memakai pakaian terbaik mereka dalam menyambut hari raya Idul Fitri.Sebenarnya lebih utama kita menggunakan pakaian warna putih, kecuali memang ada yang lebih bagus seperti halnya baju baru.

Sebenarnya tidak hanya menggunakan pakaian baru saja, berhias diri bisa dilakukan dengan membersihkan badan, memotong kuku atau memakai wewangian terbaik. Kesunnahan ini berlaku bagi semua orang, walaupun orang tersebut tidak ikut hadir dalam pelaksanaan shalat Idul Fitri.

Berbeda dengan laki-laki, perempuan dalam menghias diri harus memperhatikan batasan-batasan syari’at. Contohnya tidak membuka aurat atau mempertontonkan penampilan yang mengundang perhatian laki-laki lain yang bukan mahromnya dan lain sebagainya.

Makan Dulu Sebelum Shalat Idul Fitri

Mungkin diantara kita masih ada yang belum tahu bahwasanya di hari raya Idul Fitri itu diharamkan berpuasa.

Bahkan ada sebagaian dalam kitab-kitab fiqih disebutkan bahwasanya berniat tidak puasa di hari raya Idul Fitri pahalanya itu sama seperti orang yang sedang berpuasa di hari-hari yang tidak dilarang.

Melihat dari kebiasaan Rasulullah ﷺ dimana beliau biasa memakan kurma dalam jumlah ganjil seperti tiga, lima ataupun tujuh. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa:

“Pada waktu Idul Fitri Rasulullah saw. tidak berangkat ke tempat shalat sebelum memakan beberapa buah kurma dengan jumlah yang ganjil.” (HR. Ahmad dan Bukhari)

Mengikuti Shalat Idul Fitri

Sudah kita ketahui dalam Idul Fitri yaitu ada shalat Idul Fitri, dimana ini sesuai yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ.

Rasulullah ﷺ menunaikan shalat Idul Fitri bersama dengan keluarga, sahabat-sahabatnya, baik laki-lakia ataupun perempuan serta anak-anak. Dalam berangkat dan pulang dari shalat Idul Fitri, Rasulullah ﷺ memilih rute jalan yang berbeda antara berangkat dan pulangnya.

Rasulullah ﷺ juga mengakhirkan pelaksanaan shalat Idul Fitri, disebutkan biasanya pada saat posisi matahari sudah setinggi tombak atau sekitar 2 meter.

Maksudnya pelaksanaan shalatnya tidak langsung ketika matahari terbit, melainkan menundanya dulu sampai matahari sudah agak tinggi, yaitu setinggi satu tombak di atas ufuk (kalau sekarang sekitar 2 meter). Kalau perkiraan waktu ini terjadi sekitar 15 – 20 menit setelah matahari terbit.

Tujuan diakhirkannya shalat Idul Fitri ini agar umat muslim masih punya waktu yang cukup melaksanakan zakat fitrah sebelum shalat Idul Fitri.

Mengunjungi Tempat Ramai

Ada sepenggal kisah kecil dari Rasulullah ﷺ bahasanya di suatu ketika saat hari raya Idul Fitri, Rasulullah menemani istri tercintanya yaitu Aisyah R.A untuk mendatangi sebuah pertunjukan tombak dan tameng.

Menurut riwayat dari Ahmad, Bukhari dan Muslim, bahkan saking asyiknya Aisyah sampai menjengukkan atau memunculkan kepalanya di atas bahu Rasulullah ﷺ supaya dapat pandangan yang lebih jelas. Rasulullah ﷺ pun membiarkannya menonton hingga Aisyah merasa puas.

Hal ini juga bisa kita praktikan kepada keluarga, teman maupun sahabat untuk berkunjung ke tempai ramai.

Lantas kita harus menonton permainan tombak dan tameng juga? Haha bercanda sedikit. Kita dapat mengunjungi tempat ramai yang sesuai dengan lingkungan kita masing-masing.

Mengunjungi Rumah Sahabat

Tradisi ini selalu dilakukan oleh Rasulullah ﷺ dimana saling berkunjung dan silaturahmi pada saat hari raya Idul Fitri. Sebenarnya tidak cuman sahabat saja, tetapi teman, keluarga atau tetangga. Kegiatan saling silaturahmi dan saling mendoakan ini yang harus kita contoh, jangan datang-datang ”Mana THR?”.

Tahniah (Memberikan Ucapan Selamat)

”Selamat hari raya Idul Fitri!”, ”Selamat Lebaran!” pasti kalimat ini yang sering kita dengan disaat lebaran Idul Fitri.

Di hari yang penuh dengan kebahagiaan dan menyambut kemenangan kita disunnahkan mengucapkan selamat. Dulu kita mengucapkan selamat hari raya harus dengan bertemu dan bertatap muka, sekarang malah bisa lebih simpel dengan mengunggah satatus Whatsapp, Instagram, chat sesama kontak, dll.

Imam Al-Baihaki menyebutkan beberapa hadits di dalam kitab sunnahnya yang membahas ucapan hari raya.

Walaupun hadits ini termasuk kedalam golongan hadits yang lemah sanadnya, tetapi rangkaian dari beberapa dalil tersebut dapat dijadikan pijakan kita untuk persoalan ucapan hari raya yang berhubungan dengan keutamaan amal ini.

Sebenarnya tidak ada kalimat baku dalam pengucapan selamat ini. Salah satu contohnya “selamat hari raya Idul Fitri”, “minal aidin wa al-faizin”, “taqabbala allâhu minnâ wa minkum”, “kullu ‘âmin wa antum bi khair”,  “mohon maaf lahir batin ya”, dan lain sebagainya.

Sebenarnya pada prinsipnya karena tidak ada kalimat baku dalam pengucapan selamat, maka setiap kata yang kita selamat ucapkan atau tradisikan akan mendapatkan kesunnahan tahniah ini.

Tidak hanya dengan kata selamat saja, menurut Syekh Ali Syibramalisi tahniah juga bisa dilakukan dengan cara bersalam-salaman.

Oleh karena itu dapat dijelaskan bahasanya tradisi ucapan selamat yang biasa ada di Indonesia memiliki dalil agama. Syekh Abdul Hamid al-Syarwani menegaskan menganai ihwal tahniah:

(خاتمة)

قال القمولي: لم أرَ لأحدٍ من أصحابنا كلامًا في التهنئة بالعيد والأعوام والأشهر كما يفعله الناس. لكن نقل الحافظ المنذري عن الحافظ المقدسي أنه أجاب عن ذلك بقوله: “الناس لم يزالوا مختلفين فيه، والذي أراه أنه مباح، لا سنة فيه ولا بدعة”

“Sebuah penutup. Al-Qamuli berkata, aku tidak melihat dari para Ashab (ulama Syafi’iyah) berkomentar tentang ucapan selamat hari raya, beberapa tahun dan bulan tertentu seperti yang dilakukan banyak orang. Tetapi al-Hafizh al-Mundziri mengutip dari al-Hafizh al Maqdisi bahwa beliau menjawab masalah tersebut bahwa orang-orang senantiasa berbeda pendapat di dalamnya. Pendapatku, hal tersebut hukumnya mubah, tidak sunnah, tidak bid’ah.”

 

وأجاب الشهاب ابن حجر، بعد اطلاعه على ذلك، بأن التهنئة مشروعة، واحتجَّ لذلك بأن البيهقي عقد لها بابًا، فقال

باب ما رُوي في قول الناس بعضهم لبعض في العيد: تقبل الله منا ومنكم

ثم ساق ما ذكره من أخبارٍ وآثارٍ ضعيفة، إلا أن مجموعها يُحتجُّ به في مثل ذلك

“Al-Syihab Ibnu Hajar setelah menelaah hal tersebut menjawab bahwa tahniah disyariatkan. Beliau berargumen bahwa al-Baihaqi membuat bab tersendiri tentang tahniah, beliau berkata; bab riwayat tentang ucapan manusia satu kepada lainnya saat hari raya; semoga Allah menerima kami dan kalian;. Ibnu Hajar menyebutkan statemen al-Baihaqi tentang hadits-hadits dan ucapan para sahabat yang lemah (riwayatnya), akan tetapi rangkain dalil-dalil tersebut bisa dibuat argumen dalam urusan sejenis tahniah ini”.

 

Postingan terbaru

Lihat Semua

Formulir Pertanyaan

Privasi penanya akan aman, dan tidak akan dipublikasikan

Temukan artikel yang sesuai denganmu!

Lebih dari 500 artikel yang dapat kamu temukan di Jejak Sunnah
© 2025 Jejak Sunnah. All rights reserved.